"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (TQS. At Taubah [9]: 111)
Pengantar dari Dian Rebelita
Tahun baru 2009 dibuka dengan duka bagi umat Islam. Perang di Gaza ! Pemandangan yang sangat memilukan, yang berlangsung sejak 27 desember 2007 lalu. Namun Allah SWT menggelar panggung Gaza bukan sekedar untuk menjadi tontonan televisi dan obrolan jurnalistik bulan ini. Inilah kisah derita kaum muslimin di atas sepenggal tanah suci. Penduduk Syam (Palestina, Lebanon, Syria, dan Yordania) memang penduduk yang tangguh. Banyak yang pernah terjadi di sana, akan banyak lagi yang kelak terjadi di sana di akhir zaman ini. Semua harus belajar dari peristiwa diawal tahun ini, terutama ummat Islam. Semua sisi harus menjadi pelajaran, termasuk kita sebagai muslimah.
Peristiwa genocide israel terthadap palestina menimbulkan banyaknya korban yang jatuh, dimana sebagian besar adalah ibu dan anak-anak. Bagi Israel, anak Palestina laksana Musa kecil buat Fir'aun. Anak-anak Palestina adalah bibit-bibit mujahid yang bakal mengguncang kebiadaban Israel, meski hanya dengan batu, meski hanya dengan ketapel. Karena itu, Israel selalu menjadikan anak-anak Palestina target operasi. Dunia belum lupa, pada 16 September 1982 malam PM Israel Ariel Sharon mengirim skuad pembunuh milisi Phalangist ke dua kamp pengungsi Palestina, Sabra dan Shatila. Kemudian, Sharon mengirim buldozer untuk ''membersihkan'' hasil kekejamannya itu. Sekurang-kurangnya 1500 pria, wanita, dan anak-anak Palestina dibantai di malam itu. Sebuah investigasi resmi pemerintah Lebanon menyebutkan angka korban mencapai 2.500 jiwa. Meski sudah dibuldozer, masih banyak korban tak terkuburkan. Para pekerja Palang Merah Internasional menemukan ratusan anak dan lansia dengan leher terpotong atau terburai isi perutnya. Harian Israel, Ha'aretz, menyebutkan, Sharon juga yang memimpin pembunuhan massal di Desa Kibya pada 1953. "Tentara Mayor Ariel Sharon membunuh 70 warga Palestina dalam serangan balasan dendam, sebagian besar korban adalah anak-anak dan wanita'' (Ha'aretz: As Long as He Doesn't Hurt Us Again, Feb. 16, 2001). Mantan PM Israel lainnya, Manachem Begin, dalam bukunya'The Revolt': The Story Of The Irgun, membanggakan perannya dalam pembunuhan massal atas 254 rakyat Palestina di Deir Yassin. Lagi-lagi, mayoritas korban adalah lansia, wanita, dan anak-anak. Anak-anak Palestina itu boleh menjerit-jerit kesakitan. Ibu-ibu mereka boleh menangis pilu. Bapak-bapak mereka boleh pula bersedih, akan tetapi kondisi ini tidak menyurutkan perlawanan dan semangat jihad para penduduk palestina, termasuk kaum ibu, remaja dan anak-anak.
Musuh-musuh Allah dan RasulNya dengan sengaja mengarahkan roket-roket mereka ke rumah sakit anak-anak dan warga sipil lainnya. Mereka sengaja membunuh perempuan warga sipil karena mereka tahu bahwa dari rahim para perempuan itu akan lahir para mujahidin yang gagah berani. Mereka sengaja membunuh anak-anak yang tidak berdosa karena mereka tahu bahwa anak-anak itulah penerus perjuangan Islam.
Kita semakin yakin bahwa masalah kita di dunia ini hanya bisa diselesaikan berdasarkan syariat yang berasal dari Allah SWT, sebagai Pencipta dan Pemberi kehidupan manusia, bukan berdasarkan pemikiran buatan manusia. Masalah Palestina tidak cukup diselesaikan dengan pengiriman makanan, obat-obatan dan pertolongan medis. Masalah Palestina tidak bisa diselesaikan dengan perundingan perdamaian. Perundingan perdamaian yang terjadi selama ini bukanlah menyelamatkan Palestina, justru racun bagi Palestina, sekaligus racun bagi kaum muslimin di seluruh dunia. Hal ini karena seluruh perundingan tersebut semakin mengokohkan keberadaan Israel. Padahal keberadaan Israel di Palestina menjadi penghalang persatuan umat Islam dan tegaknya syari'at Islam di Timur Tengah sebagaimana dahulu ketika Khilafah Islamiyah masih ada. Hal ini terbukti dari realitas serangan Israel kepada Hamas adalah karena Hamas ingin menegakkan syariat Islam di Palestina dan mengusir Israel dari Palestina. Dengan demikian penyelesaian masalah Palestina hanya satu yaitu JIHAD!. Jihad adalah hukum ALLAH untuk menyelamatkan jiwa manusia. Pengiriman pasukan militer untuk menghentikan kebiadaban Israel itulah yang seharusnya dilakukan oleh para penguasa muslim. Solusi bagi pembantai sudah sangat jelas, yaitu dengan jihad, bukan dengan perdamaian, apalagi gencatan senjata sepihak yang dilakukan Israel sekarang.
Hanya orang yang biadab saja, yang membiarkan Israel membantai Gaza. Lalu mereka menyibukkan diri dengan perundingan sementara mereka memiliki pasukan dan perlengkapan perang. Mereka enggan untuk menyelamatkan Gaza dengan mengerahkan pasukan yang akan menghancurkan penjajah Israel itu! Nasionalisme dan cengkraman PBB telah membuat mereka diam. Benar, hanya Khilafah saja yang akan menjaga dan melindungi kehormatan kaum Muslim. Tidak seperti hari ini, ketika Khilafah tidak ada, negeri-negeri kaum Muslim telah disekat oleh batas semu nasionalisme. Sementara para penguasanya enggan untuk mengerahkan tentara mereka menyelamatkan anak-anak Gaza. Maka menjadi semakin jelas bahwa solusi bagi pembantai seperti israel hanya dengan jihad dan khilafah saja.
Muslimah dan Jihad
قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ الاَخِرِ وَلاَ يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللهُ وَرَسُولُهُ وَلاَ يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ
"Perangilah oleh kalian orang-orang--dari kalangan yang diberi al-kitab--yang tidak beriman kepada Allah dan Hari Akhir, tidak mengharamkan apa yang diharamkan Allah, dan tidak beragama dengan agama yang haq (Islam) hingga mereka membayar jizyah dari tangan mereka disertai dengan ketundukan."
(QS at-Taubah [9]: 29).
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُوا إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
"Perangilah oleh kalian di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian dan janganlah berlebih-lebihan karena sesungguhnya Allah tidaklah suka kepada orang-orang yang berlebih-lebihan."
(QS al-Baqarah [2]: 190).
وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ
"Bunuhlan mereka di mana saja kalian jumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka mengusir kalian." (QS al-Baqarah [2]: 191).
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh." TQS at-Taubah [9]: 111)
Dari keumuman ayat di atas, menjadi jelas bahwa jihad adalah kewajiban yang dibebankan kepada setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan.
Jika kondisinya musuh menduduki salah satu negeri kaum muslimin dan ketika hukum memerangi musuh menjadi fardhu 'ain. Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata: "Adapun perang difa'i (mempertahankan diri), maka itu termasuk jenis perang paling ditekankan dalam rangka mengusir musuh yang menyerang kehormatan dan agama, perang seperti ini wajib berdasarkan ijma'. Apabila musuh menyerang agama dan dunia, maka tidak ada yang lebih wajib setelah beriman selain menolaknya, tidak satu satu syaratpun, tetapi harus menolak sesuai kemampuan." Artinya, jika hukum jihad menjadi wajib, maka setiap muslim baiklaki-laki maupun perempuan selain yang memiliki udzur syar'i wajib turut serta dalam memerangi musuh meskipun ia bukan orang yang terlatih.
Dengan demikian jihad merupakan perintah agama. Siapa pun yang mengaku Muslim tidak boleh sama sekali melecehkan perkara jihad. Jihadlah yang membawa risalah Islam pada masa Rasulullah tersebar hingga seluruh jazirah Arab hanya dalam tempo 10 tahun. Jihad pula yang mengantarkan umat Islam meraih kejayaannya selama lebih dari 1000 tahun lamanya. Darinya tegak peradaban nan mulia, memberikan keamanan, dan kesejahteraan bagi seluruh manusia; disegani lawan dan kawan. Dari peradaban yang agung itu terpancar kemuliaan Islam sekaligus tegak wibawa kaum Muslim. Tak ada satu pun musuh-musuh Islam yang tidak merasakan kegetiran dan ketakutan ketika berhadapan dengan pasukan kaum Muslim. Dengan demikian, pada setiap masa, jihad inilah yang selalu ditegakkan untuk menghilangkan seluruh penghalang fisik bagi tersebarnya da'wah Islam keseluruh penjuru dunia.
Hal inilah juga yang dipahami oleh kaum muslimin Gaza. Mereka, termasuk para ibu, remaja dan anak-anak kemudian bahu-mambahu untuk berjuang mempertahankan tanah khorojiyyah illiyya (Palestina) yang berhasil ditaklukkan dengan damai pada masa khalifah Umar bin Khaththab. Meskipun untuk mempertahankannya, nyawa mereka harus dipertaruhkan.
Benar, melalui tangan muslimahlah Allah telah menetapkan bahwa mereka adalah tempat "persemaian" generasi mujahid manusia ini. Hal ini harus kita fahami sebagai fungsi utama wanita dalam kehidupan ini, sebab hal yang demikian itu tidak bisa dijalankan laki-laki.
Sejarah gemilang Islam telah mencatatnya dengan baik. Banyak sudah contoh para ibu yang berhasil mengarahkan dan mendidik anaknya menjadi anak-anak yang patuh dan berbakti kepada orang tuanya, dan memiliki semangat ruhiyah yang tinggi untuk mengamalkan dan memperjuangkan Islam. Diantaranya adalah Sumayyah, Ummu Amarah Nasibah Binti Ka'ab, Asma' binti Abu Bakar dan Al Khansa.
Sumayyah Binti Khubath, seorang budak perempuan dari Mekkah yang dinikahi oleh seorang syahid yaitu Yasir bin Amir bin Malik. Sumayyah menjadi syahidah pertama ketika ia menentang umpatan dan sumpah serapah Abu Jahal yang mengolok-olok Rasulullah Saw, akibatnya Abu Jahal dengan seketika menikamkan tombak ke tubuh Sumayyah sehingga meninggal dunia sebagai syahidah. Ummu Amarah Nasibah Binti Ka'ab, sosok shahabiyah yang pernah melindungi Rasulullah Saw dalam perang Uhud dan beberapa kali terlibat dalam peperangan khususnya bagian logistik dan pengobatan.
Asma' binti Abu Bakar Ash-Shidiq adalah salah seorang ibu yang patut diteladani. Beliau telah berhasil mendidik anaknya Abdullah bin Zubair sebagai pahlawan Islam yang tangguh imannya dan selalu menginginkan ridho Allah dan ridho ibu bapaknya. Dapat kita simak dari petikan percakapan Asma' dengan putranya Abdullah di saat-saat akhir hayatnya, ketika ia memimpin perlawanan dalam perselisihan dan peperangannya dengan tentara-tentara Mu'awiyah dan puteranya Yazid. Menurut Abdullah, Yazid bin Mu'awiyah bin Abu Sufyan adalah laki-laki yang terakhir kali dapat menjadi khalifah muslimin, seandainya memang dapat?., karena ketidak becusannya dalam soal apapun. Ditemuinya ibundanya Asma' dan dipaparkannya dihadapannya suasana ketika itu secara terperinci, begitu pun mengenai akhir kesudahan yang sudah nyata tak dapat dielakkan lagi?.
Kata Asma' kepada putranya: "Anakku, engkau tentu lebih tahu tentang dirimu! Apabila menurut keyakinanmu, engkau berada di jalan yang benar dan berseru untuk mencapai kebenaran itu, sabar dan tawakallah dalam melaksanakan tugas itu sampai titik darah penghabisan. Tiada kata menyerah dalam kamus perjuangan melawan kebuasan budak-budak Bani Umaiyah?! Tetapi kalau menurut pikiranmu, engkau hanya mengharapkan dunia, maka engkau adalah seburuk-buruk hamba, engkau celakakan dirimu sendiri serta orang-orang yang tewas bersamamu!" Ujar Abdullah: "Demi Allah, wahai bunda! Tidaklah ananda mengharapkan dunia atau ingin hendak mendapatkannya?! Dan sekali kali tidaklah ananda berlaku aniaya dalam hukum Allah, berbuat curang atau melanggar batas?!"
Kata Asma' pula: "Aku memohon kepada Allah semoga ketabahan hatiku menjadi kebaikan bagi dirimu, baik engkau mendahuluiku menghadap Allah maupun aku. Ya Allah, semoga ibadahnya sepanjang malam, shaum sepanjang siang dan bakti kepada kedua orang tuanya. Engkau terima disertai cucuran Rahmat-Mu. Ya Allah, aku serahkan segala sesuatu tentang dirinya kepada kekuasaan-Mu dan aku rela menerima keputusan-Mu. Ya Allah berilah aku pahala atas segala perbuatan Abdullah bin Zubair ini, pahalanya orang-orang yang sabar dan bersyukur?!"
Kemudian mereka pun berpelukan menyatakan perpisahan dan selamat tinggal. Beberapa hari kemudian, Abdullah bin Zubair terlibat dalam pertempuran sengit yang tak seimbang, sehingga Syahid agung itu akhirnya menerima pukulan maut yang menewaskannya. Tubuhnya diangkat oleh Hajaj bin Yusuf, antek Bani Umaiyah,kemudian disalib untuk menghina ibunya, keluarganya dan penduduk Mekkah. Hal itu diketahui Asma'. Ia mengetahui bagaimana keberanian anaknya dan tentang kegugurannya. Ia bersyukur kepada Allah karena sang anak gugur dalam mempertahankan prinsip dan keyakinannya. Ia berdo'a kepada Allah agar tidak mati sebelum dapat mengurus jenazah anaknya yang suci itu. Do'anya dikabulkan Allah. Sikapnya terhadap anaknya, ketika sang anak meminta nasehat kepadanya, betul-betul suatu sikap yang membuat algojo yang paling bengis tidak berkutik.
Demikian pula Al Khansa, beliau seorang ibu yang terkenal mampu memberikan dorongan yang kuat kepada putranya untuk berjihad. Beliau seorang ibu yang sabar dan tabah menerima berita bahwa semua anaknya telah syahid satu demi satu dalam satu peristiwa, yaitu di peperangan Qodisyiah. Beliau merupakan contoh wanita yang mempunyai kebesaran jiwa melebihi wanita-wanita lain. Keberanian putra-putranya, keluhuran akhlaq mereka, kefasihan lidah dan keahlian mereka dalam bersyair menjadikan Al Khansa tersohor sebagai wanita yang berhasil sebagai ibu dan pantas menjadi teladan.
Al Khansa memiliki iman, kesabaran dan ketaqwaan yang mantap. Dia selalu ikut andil dalam setiap perjuangan demi tegaknya Islam. Pada tahun 14 H, saat terjadi perang Qodisyiah dia datang bersama keempat anaknya untuk ikut bergabung bersama kaum muslimin lainnya. Mereka diberi bekal berupa dorongan dan semangat dengan kata-kata yang menyala-nyala: "Wahai putra-putraku! Kalian masuk Islam dengan penuh kesadaran. Kalian berhijrah dengan penuh kerelaan. Demi Allah, tiada Tuhan selain Dia. Kalian adalah empat bersaudara dari satu ayah dan satu ibu. Aku tidak akan mencampuri kehormatan kalian, tetapi kalian telah mengetahui, apa yang dijanjikan bagi kaum muslimin yang memerangi kaum kafir. Sadarilah?! Kehidupan akhirat lebih kekal dan lebih baik dari kehidupan dunia yang sementara ini. Bulatkan tekad
dan kesabaran kalian. Bertaqwalah kalian selalu agar apa yang kau inginkan berhasil. "Wahai putra-putraku ! Jika kalian lihat api peperangan telah berkecamuk dan menjadi dahsyat, masuklah kalian dengan semangat yang menyala-nyala. Disanalah kalian akan menemukan keuntungan dan kehormatan di alam abadi dan kekal".
Berbekal semangat yang dipompakan ibunya itu, keempat anak Al Khansa pun berangkat ke medan perang dengan penuh iman dan keberanian. Tujuan mereka satu yaitu mencari syahadah, dan itu pun diperolehnya. Mereka gugur dalam pertempuran itu. Sementara ummat Islam memperoleh kemenangan, Al Khansa menerima kabar keadaan putranya dengan penuh sabar. Bahkan kebanggan tumbuh dihatinya, melihat putra-putranya menjadi syuhada dalam pertempuran besar itu. Dia berkata: "Alhamdulillah?! Allah telah mengutamakan dan memberikan karunia padaku dengan kematian anak-anakku sebagai syuhada. Aku mengharap semoga Allah mengumpulkan aku dengan mereka di dalam rahmat-Nya kelak".
Ini adalah dua diantara sekian ibu teladan yang mampu menghantarkan putra-putranya menjadi para mujahid yang tangguh, rela mengorbankan miliknya yang paling berharga untuk kejayaan/ketinggian Islam. Masih ada contoh lain para ibu yang mampu menghantarkan putranya menjadi ilmuwan bahkan mujtahid. Diantaranya: Ibunda Imam Abu Hanifah, Ibunda Imam Syafi'I, Ibunda Imam Ahmad bin Hambal dan Ibunda Imam Bukhari. Keempat imam ini ditinggal ayahnya sejak kecil (yatim), ibunyalah yang memelihara dan mendampingi mereka hingga besar. Mereka memiliki daya hafal yang tinggi sejak kecil. DI usia mudanya mereka sudah menguasai bahasa Arab dan seluk beluknya, hafal ayat-ayat Al Qur'an dan hadits-hadits Nabi, serta sangat gemar menuntut ilmu. Memang untuk menguasai banyak ilmu mereka belajar dari banyak guru. Belajar bahasa Arab ke beberapa orang guru, fiqih ke beberapa orang guru, dan hadits Nabi ke beberapa orang guru. Tapi setidaknya ibunda para imam tersebut telah mampu mendidik mereka menjadi anak-anak yang gemar menuntut ilmu dan tidak kenal lelah. Satu hal yang lebih penting lagi adalah mereka punya rasa kemandirian yang tinggi sejak usia muda, sebab para imam tersebut rata-rata berada dalam kehidupan yang miskin. Mereka berusaha sendiri mencari biaya untuk kebutuhan hidupnya dan biaya perjalanan, sebab mereka belajar ke berbagai kota. Imam Ibnu Hambal misalnya, beliau pernah bekerja di tukang-tukang jahit, memungut sisa-sisa panen yang tertinggal setelah meminta ijin pada pemiliknya, mencari upah dari menenun kain dan menulis, bahkan pernah mencari upah dengan mengangkut barang-barang di perjalanan seperti kuli angkut. Semua ini beliau lakukan untuk keperluan hidupnya dan biaya perjalanannya agar bisa menuntut ilmu.
Dari contoh-contoh ini kita dapati betapa besar peran ibu mendampingi dan mengarahkan anak-anaknya. Kemiskinanpun tidak menghalangi seorang ibu untuk menghantarkan anak-anaknya menjadi orang yang berilmu sebab seorang ibu bisa menanamkan rasa kemandirian yang tinggi kepada anaknya agar sanggup berkorban apapun demi meraih kemuliaan hidupnya di hari akhir nanti (di hadapan Allah SWT).
Demikian juga kaum muslimin atau muslimah di gaza/palestin. Perjuangan mereka melawan zionisme sangat layak untuk kita teladani, bahkan, intifadhah tidak mungkin dapat diteruskan tanpa pengorbanan mereka. Untuk pertama kalinya pada 1921, muslimah Palestina mengorganisir langkah mereka dengan mendirikan persatuan wanita Palestina untuk menghadapi zionisme dan imperialisme Inggris. Mereka menghimpun bantuan, menggalakan perjuangan, dan bahkan mereka terjun langsung untuk berjihad.
Tercatat nama-nama syahidah seperti Ummu Muhammad Fatimah An-Najjar atau Ummu jihad, yaitu ibu dari tujuh anak laki-laki dan dua anak perempuan. Ia telah bergabung dengan barisan para pelaku syahid lainya. Ia telah meluluhlantakan pengepungan Israel terhadap lebih dari 70 mujahid di Masjid An-Nashr, Beth Hanon. Salah seorang anaknya menuturkan, ibunya selalu mengikuti aksi demo yang dilakukan oleh gerakan Hamas, disamping itu, ia juga ikut dalam berbagai kegiatan sosial lainya. Ia telah mendidik anak-anaknya untuk senantiasa berpegang pada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Ia juga selalu berdo'a kepada Allah agar diberi kesempatan mati syahid. Ummu Muhammad adalah nenek pertama dari Palestina sebagai pelaku bom syahid, kemudian Ayat Akhras, seorang syahidah muda dan cerdas yang rela mengorbankan dirinya demi kepentingan agama dan negara sehingga memilih untuk mengakhiri hidupnya sebagai pelaku bom syahid di kota Tel Aviv, ada lagi kisah heroik lainnya seperti Wafa Idris, wanita pertama yang tercatat sebagai pelaku bom syahid dalam konflik Palestina. Dia melilitkan tubuhnya dengan kabel dan denotator pada Ahad pagi 27 Januari 2002 di Yaffa Street, jantung kota Yerussalem.
Hingga kini tercatat sudah 10 wanita Palestina menjadi syuhada operasi mati syahid, sisanya, banyak wanita Palestina kini mendekam di penjara Israel, mereka disiksa sama seperti tahanan pria. Inilah muslimah-muslimah yang memilih jihadnya dengan bertindak sebagai pelaku bom syahid. Mereka berpartisipasi aktif dalam konflik Palestina. Pada 1987, ketika intifadhah pertama meletus, muslimah Palestina hadir langsung di medan pertempuran bersama dengan suami dan anak-anak mereka, hal ini telah meningkatkan motivasi perjuangan penduduk disana. Tugas lain muslimah Palestina adalah membawa senjata untuk para mujahidin, mengumpulkan bantuan keuangan, menyediakan makanan, tempat perlindungan dan merawat mereka yang luka-luka, merawat para keluarga syuhada, membentuk kelas-kelas pendidikan darurat di mesjid-mesjid agar anak-anak tidak dibiarkan terlantar dari studi, dll. Apa yang telah mereka lakukan sulit ditemukan tandingannya. Para pejuang muslimah Palestina menjalankan semua tugas suci itu dengan senang hati, meski menanggung kesulitan dan bahaya besar.
Itulah berbagai potret muslimah yang sudah berkontribusi langsung dalam pendidikan generasi di masa lalu hingga sekarang, dari tangan mereka yang mampu mengguncang dunia telah dihasilkan generasi para mujahid tangguh, politikus ulung dan para mujtahid. Dengan demikian agar peran wanita muslimah optimal, maka proses pembinaan para wanita muslimah tidak boleh dicukupkan ala kadarnya apalagi diabaikan. Para wanita muslimah harus dibina dengan tsaqofah Islam secara mapan atau mendalam, sehingga dia mampu mengarahkan dan bahkan mendidik anak-anaknya menjadi generasi-generasi yang diharapkan mampu berperan meraih kejayaan Islam kembali.
Menumbuhkan Generasi Mujahid
Dalam Al-Qur'an terdapat banyak kisah keberanian pemuda yang merupakan generasi penentu kemuliaan Islam. Ada pemuda Ashabul Kahfi, pemuda Musa, Pemuda Yusuf yang terkenal ketampannya. Juga pemuda Ibrahim yang dengan gagahnya menentang sesembahan Ayah dan kaumnya pada waktu itu (Qs. Al-Anbiya 60, As-Syu'ara 72, Al-Anbiya 58). Rasulullah sendiri ketika diangkat sebagai Rasul masih terkategori pemuda, para sahabat yang dibina Rasulullah di Darul Arqam juga para pemuda. Diantaranya Ali bin Abi Thalib (8 th), Thalhah (11 th), Arqam (12 th), Abdullah bin Masud (14 th) yang akhirnya terkenal sebagai ahli tafsir. Sa'ad bin Abi Waqash (17 th) panglima perang yang menundukkan Persia. Ja'far (18 th), Zaid bin Haritsah (20 th) Usman bin Affan (20 th) dll. Para pemuda tersebut diatas hidupnya didedikasikan hanya untuk kejayaan dan kemuliaan Islam, pemuda seperti itulah yang sanggup memikul beban dakwah dan bersedia berkorban menghadapi berbagai siksaan dengan penuh kesabaran.
Subhanallah, mencintai Islam dengan sepenuh hati adalah nafas yang seharusnya dihembuskan dalam kehidupan generasi Islam saat ini, sebagaiman kehidupan generasi Islam pada masa Rasulullah, salah satunya adalah kehidupan Usamah bin Zaid, pemuda perkasa yang menjadi pejuang dan pembela Islam, yang menjadi panglima perang di usianya yang baru genap 18 tahun.
Bukan pemuda masa sekarang yang lembek, yang tergiur dengan gemerlapnya dunia, yang mabuk dengan kebebasan, yang 'fly' dengan aneka aktivitas tiada guna. Itulah gambaran kehidupan pemuda saat ini. Ironis! Mereka lebih dikenal sebagai generasi hedonis, materialistis, individualis, dsb.
Henry Brooks Adams ketika berkomentar tentang moral dimasa sekarang, ia mengatakan, "Moralitas adalah kemewahan pribadi yang sangat mahal." Tapi celakanya, saat ini justru moral adalah barang dagangan yang sangat murah. Maka tak heran jika pada masa sekarang, diusia belia, para pemuda justru mewarnai kehidupan mereka dengan kemaksiatan yang tentu saja merendahkan mereka. Pemuda Islam sekarang hidup dalam lingkungan jahiliyah. Disekitarnya berlangsung tatanan kehidupan tidak Islami, disertai proses deislamisasi yang demikian deras melalui berbagai media. Menjadikan satu sisi mereka tetap muslim tapi di sisi lain pikiran, perasaan dan tingkah lakunya (cara gaul, pakaian, dandanan) telah terkontaminasi pemahaman selain Islam. Seks bebas, narkoba adalah makanan sehari-hari yang wajar ketika paham kebebasan benar-benar telah menyeruak mengharu biru dunia remaja. Meskipun kita hanya punya mata sebelah misalnya, tapi tidak berarti kita boleh memandang persoalan ini dengan sebelah mata, artinya bahwa fakta empiris generasi kita tidak bisa dipandang enteng. Sebab sebagaimana sudah menjadi hal yang maklum bahwa ditangan pemudalah harapan Islam. Tidak bisa ketika terjadi krisis generasi diselesaikan hanya dengan memberi penyuluhan, seminar, diskusi baik tentang pendidikan seks atau narkoba, tapi perlu keseriusan semua pihak mulai dari individu, keluarga, masyarakat dan negara tentunya. Keseriusan itu berbanding lurus dengan prospek kejayaan Islam.
Disinilah kemudian letak pentingnya membangun peran dan potensi muslimah dalam melahirkan generasi pejuang Islam yang tangguh dan berkualitas, serta memiliki keimanan yang kokoh dalam mewujudkan kembali kemuliaan Islam dan kaum muslimin. Tak dapat dipungkiri lagi bahwa peran wanita sangat besar artinya dalam pembentukan generasi di masa datang, mengingat besarnya peluang dan kesempatan wanita (seorang ibu) berperan mengawali proses pendidikan anak-anaknya sejak dini. Potensi dan kemampuan para wanita muslimah sangat berpengaruh besar membentuk warna dan corak generasi umat Islam di masa datang.
Tugas utama (pokok) seorang wanita adalah sebagai ibu dan manajer (pengatur) rumah tangga. Ini adalah pandangan yang jernih dan benar terhadap wanita. Sebab tugas ini hanya dikhususkan kepada wanita, dan dengan terlaksananya tugas ini, akan dapat menjamin lestarinya generasi manusia serta menjamin ketenangan hidup individu manusia dalam keluarganya.
Untuk menjamin kelangsungan hidup generasi manusia ini, Allah SWT telah menetapkan beberapa hukum yang khusus untuk wanita. Diantaranya hukum tentang kehamilan, kelahiran, penyusuan, pengasuhan anak/hadhonah dan masa iddah bagi wanita yang ditinggal suami (karena cerai/meninggal). Bahkan Allah SWT telah memberikan keringanan kepada wanita agar dia mampu menjalankan tugasnya dengan baik, seperti:
· tidak wajib bekerja untuk mencari nafkah bagi dirinya maupun keluarganya
· boleh berbuka puasa pada bulan Ramadhan bagi wanita hamil dan menyusui
· larangan bagi laki-laki untuk membawa anak (kecil)nya bepergian (jauh) bila anak masih dalam pengasuhan (hadhonah) ibunya
· dan lain-lain
Semua hukum-hukum tersebut adalah untuk melindungi wanita agar tugas utamanya terlaksana dengan baik (sebagai ibu).
Seorang anak bagaikan selembar kertas putih bersih tanpa ada coretan (tulisan) maupun warna. Orang tuanya lah yang berperan menentukan coretan-coretan dan warna apa yang akan diberikan pertama kali. Dan ini merupakan warna dasar yang akan menentukan warna apa yang akan diterima/dipilih pada proses pewarnaan selanjutnya. Kalau pewarnaan dasar telah menghasilkan warna yang khas, maka warna dasar inilah yang akan menyeleksi warna apa yang akan diterimanya dan diserap kemudian. Sebaliknya jika warna dasar tidak khas dan tidak jelas, maka tidak akan ada proses seleksi untuk menerima warna berikutnya. Bisa jadi warna apapun akan diterima sehingga menjadi warna yang berantakan (tidak khas) dan hasilnya juga akan kacau. Demikianlah permisalan gambaran tentang proses pendidikan pada seorang anak dalam rangka membentuk kepribadiannya menjadi generasi yang berkepribadian Islam. Sebab anak memang dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah). Sebagaimana sabda Rasulullah saw :
"Tidak ada seorang anakpun yang baru lahir kecuali dilahirkan dalam keadaan suci. Kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Musyrik"(HR Muslim).
Oleh karena itu, ibulah yang memiliki kesempatan dan potensi yang lebih besar untuk berperan secara langsung dalam proses pemberian warna dasar pada anak, yakni peletak dasar/landasan pembentukan kepribadiannya. Sebab ibulah yang paling dekat dengan anak sejak awal pertumbuhannya, sesuai dengan tugas pokoknya. Dan karenanya, muslimah atau seorang ibu wajib mengoptimalkan fungsi dan perannya dalam mewujudkan generasi dan jiwa mujahid.
Seorang ibu harus mampu mendidik anak-anaknya dengan landasan rasa cinta dan kasih sayang yang benar, sehingga anak-anaknya pun akan mempunyai rasa cinta dan kasih sayang yang benar pula terhadap orang tua dan keluarganya. Rasa cinta dan kasih sayang yang benar adalah yang mendahulukan rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya di atas segalanya. Dengan demikian rasa cinta pada anak tidak akan menghalangi seorang ibu untuk mendidik anaknya menjadi mujahid yang rela mengorbankan jiwanya untuk Islam. Demikian pula seorang anak tidak terhalangi mengorbankan miliknya yang paling berharga untuk memperjuangkan tegaknya Islam, sekalipun harus berpisah dengan orang tua dan keluarganya.
Lalu bagaimana mewujudkannya?
Disinilah muslimah perlu menyadari dan berfikir secara jernih dan mendalam untuk berbenah diri, membekali dirinya dengan memperkaya tsaqofah Islam dan membentuk ruhiyah yang tinggi melalui pembinaan agar menjadi ibu-ibu yang mampu mengubah corak generasi Islam, sebagai peletak dasar warna dan corak generasi manusia di masa datang.
Sebab jika tidak, bagaimana mungkin seorang ibu mampu mendidik anak-anaknya menjadi mujahid kalau dia tidak memahami betapa mulianya kedudukan seorang mujahid. Mana mungkin seorang ibu mampu menghantarkan seorang anak menjadi ulama sementara dia buta terhadap tsaqofah Islam. Apalagi kalau dorongan ruhiyahnya tidak ada. Dorongan ruhiyahlah sebagai kekuatan pokok yang menggerakkan seorang ibu untuk berperan optimal. Bagaimana mungkin seorang ibu mampu mendidik anaknya menjadi pejuang-pejuang Islam kalau dirinya sendiri masih enggan berkorban untuk Islam. Dia masih lebih mengutamakan kemapanan materi daripada berbuat sesuatu yang lebih mulia di hadapan Allah. Ia masih lebih mencintai urusan dunianya daripada melakukan kewajibannya kepada Allah. Mustahil ibu seperti ini akan mampu mencetak generasi harapan umat untuk meraih kebangkitan dan kejayaan Islam kembali.
Wanita yang lemah, bodoh dan berperilaku buruk akan menghasilkan generasi yang warnanya tidak jauh berbeda dengan dirinya. Sebab di masa awal, anak mendapatkan teladan yang buruk untuk membentuk eksistensi dan kepribadian dirinya. Anak akan menyerap informasi dan perilaku apapun yang ada didekatnya tanpa bisa memilah-milah mana yang baik dan mana yang buruk. Sebaliknya kalau wanitanya pintar (menguasai tsaqofah Islam), cerdas, kreatif, berperilaku baik serta berkepribadian Islam yang tinggi, maka warna dasar di masa datang akan baik. Bahkan kalau perannya berjalan optimal, wanita seperti ini akan mampu membentuk generasi yang tangguh, yang tidak terombang-ambing oleh ombak kehidupan. Mereka akan tetap mampu bertahan dan berdiri dengan tegar serta kokoh prinsip hidupnya, apapun kondisi yang menghadangnya.
Seorang ibu mengandung janin (calon anak manusia) dalam rahimnya selama ± 9 bulan. Setelah lahir ke dunia ia menyusuinya selama 2 tahun serta mengasuhnya sampai mampu mandiri (± usia 6-9 tahun), yakni mampu mengurus diri sendiri dan mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Inilah aktivitas minimal yang harus dilakukan seorang ibu terhadap anaknya (secara langsung). Dalam keadaan ini berarti seorang ibu memiliki peluang yang besar untuk berperan dalam proses perkembangan seorang anak (minimal 6-9 tahun). Bahkan pada masa awal kehidupan anak ini, peran ibu sangat menentukan kondisi perkembangannya. Dengan demikian, peran ibu sangat besar pengaruhnya dalam proses pendidikan anak, terutama di masa awal perkembangannya. Dan inilah yang menjadi basic pada proses pendidikan selanjutnya.
Seorang ibu bisa memulai proses pendidikan pada anaknya sejak janin (masih
dalam kandungan). Minimal yang harus dilakukan seorang ibu terhadap janin dalam kandungannya adalah memilihkan makanan yang halal dan baik untuk membesarkan janin. Senantiasa berdzikir dan berdo'a kepada Allah SWT, ketika merasakan setiap gejala yang diakibatkan keberadaan janin dalam kandungan. Tidak mengeluh terhadap rasa sakit yang dialaminya di saat hamil, tetapi sepenuhnya berserah diri kepada Allah dan senantiasa mengharapkan pertolongan Allah agar tetap bisa menunaikan segala kewajiban dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Berupaya menenangkan perasaan/emosionalnya dengan membaca ayat-ayat Al Qur'an, sehingga suasana hatinya tetap tenang dan ikhlas menjalani masa kehamilannya. Sebab kondisi psikologis seorang ibu - menurut pendapat para ahli - akan berpengaruh pada perkembangan janin yang dikandungnya. Demikian pula setelah anak lahir, ibu berperan besar untuk membina anak-anaknya dengan kepribadian Islam, menanamkan aqidah yang benar dan menghujam dalam diri anak, mendidik dan membiasakan anak untuk taat kepada aturan-aturan Islam, menguatkannya dengan bekal ilmu-ilmu kehidupan (sainstek), dan juga berperan dalam menciptakan kondisi lingkungan tempat anak dibesarkan. Suara apa yang pertama didengarnya ketika pertama kali ia bisa mendengar. Pemandangan seperti apa yang dilihatnya ketika ia pertama kali melihat. Kata-kata apa yang diucapkannya ketika ia pertama kali berbicara. Dan lingkungan pertama yang masuk ke dalam 'rekaman kaset kosong' seorang anak adalah rumahnya. Apa-apa yang ada di dalam rumahnya itulah yang pertama direkamnya,terutama yang paling dekat kepadanya adalah ibu. Oleh karena itu ibulah madrasah/sekolah pertama bagi anak-anaknya. InsyaAllah dengan tahapan ini akan tumbuhlah generasi mujahid, pejuang Islam yang tangguh keimanannya dalam memperjuangkan kebenaran dan kemuliaan Islam dan kaum muslimin.
"Hendaklah takut kepada Allah, orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah." (TQS. An Nisa [4]:9)
Khatimah
Islam adalah sebuah ideologi yang pernah memimpin dunia, Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna, yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Tidak ada satupun persoalan yang belum dipecahkan oleh Islam sehingga masih kabur atau tidak jelas status hukumnya. Saat ini ideologi ini belumlah lagi tegak di satupun negeri negeri Islam, yang pada masa dahulu ke semua negeri tersebut tergabung dalam kekuasaan khilafah Islam. Namun realitas menunjukan bahwa saat ini perjuangan untuk mengembalikan kehidupan Islam yang penuh berkah itu semakin lantang digaungkan.
Peran muslimah di samping sebagai hamba Allah, istri dari seorang suami, ibu dari anak-anaknya, serta anak dari ayah-bundanya, adalah bagian dari masyarakat seperti halnya laki-laki. Keberadaan laki-laki dan perempuan di tengah-tengah masyarakat tidak dapat dipisahkan satu sama lain, tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh. Keduanya bertanggung jawab mengantarkan generasi penerus Islam untuk menjadi umat terbaik di dunia yang akan memperjuangkan kembalinya kehidupan Islam yang mulia dan penih berkah tersebut.
Kualitas prima kaum muslimah di masa Rasulullah & juga gambaran nyata kaum muslimin Palestina yang rela berkorban demi perjuangan mulia nan suci dalam mengembalikan kemuliaan Islam, tidak serta merta muncul begitu saja. Kekuatan iman yang tinggi kepada Allah & RasulNya membuahkan ketangguhan & militansi mereka dengan begitu kuat. Inilah yang harus kita teladani dengan mengikuti proses pembinaan umat & generasi yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Rasulullah saw., teladan mulia kita telah sukses dalam membina kaum muslimin termasuk muslimah, sehingga merekapun sukses dalam menumbuhkan generasi mujahid mujahidah yang besar dihadapan Allah SWT, Rabb Yang Maha Agung.
Wahai para muslimah saudaraku.... Semoga Allah selalu melimpahkan keselamatan kepada anda semua. Dengan penuh kesadaran, marilah berfikir jernih dan mendalam, marilah kita berbenah diri dengan memperkaya tsaqofah Islam dan membentuk ruhiyah yang tinggi agar kita menjadi ibu-ibu yang mampu mengubah dan menumbuhkan generasi mujahid mujahidah yang ikhlas dan lurus dalam berjuang. Mari kita teruskan perjuangan penegakan Khilafah Islamiyyah, karena dengan Khilafah, Islam akan berjaya kembali. Yakinlah ALLAH bersama kita. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Post a Comment